
Oleh: Dr Riyan M.Ag (Peneliti di Masyarakat Sosial Politik Indonesia – MSPI)
Moises Naim, Senior Associate di The Carnegie Endowment for International Peace dan penulis buku Illicit: How Smugglers, Traffickers, and Copycats Are Hijacking the Global Economy, menyatakan bahwa negara mafia (bahasa Inggris:Mafia State) adalah sebuah sistem negara dimana pemerintah berkaitan dengan organisasi kriminal, termasuk pejabat negara, kepolisian dan militer yang turut serta dalam upaya kejahatan dan penyalahgunaan kewenangan.
Kata mafia sendiri merupakan sebutan untuk segala pihak kriminal yang ada dalam lingkup pimpinan suatu wilayah. Mafia juga dirujuk sebagai La Cosa Nostra (bahasa Italia: Hal Kami) adalah panggilan kolektif untuk beberapa organisasi rahasia di Sisilia dan Amerika Serikat. Istilah ini sering digunakan sebagai penggambaran aktivitas kelompok kriminal yang terstruktur tanpa iktikad baik.
Sejarawan J.J.Rizal dalam Majalah Tempo Edisi 11 Mei 2025, berpendapat bahwa hubungan kekuasaan dan premanisme sedekat gigi dengan gusi. Menurutnya, sejarah Indonesia mencatat tiap massa memunculkan kelompok-kelompok jagoan sebagai penyokong kekuasaan. Dari jawara di masa kolonial, “pejuang rakyat” di era revolusi, organisasi massa dan LSM di zaman modern.
Ian Douglas Wilson, peneliti di Indo-Pasifik Research Center Murdoch University Australia, penulis buku Politik Jatah Preman: Ormas dan Kuasa Jalanan di Indonesia Pasca Orde Baru (2018), merekam dengan detail transformasi paramiliter beradaptasi dengan lanskap politik yang berubah. Maka, jika kini pemerintahan Prabowo Subianto tampak membiarkan Hercules dan GRIB Jaya menggertak dan berbuat rusuh, konon karena ada pertautan yang rumit di antara keduanya.
Secara spesifik, Wilson menuturkan, “Hercules sudah lama ingin dianggap bukan preman, karena mungkin itu masa lalunya. Masalahnya dia tetap terlibat kasus yang berbau premanisme, termasuk menyerang kantor media dan mengancam orang yang menyebutnya preman. Sepertinya Hercules tidak sadar kalau yang dilakukannya adalah premanisme.”
Negeri ini, melalui tagline #IndonesiaGelap, dianggap sudah mengalami jalan buntu menghadapi berbagai kasus kriminal yang menyesakkan dada. Mulai dari mafia tambang, mafia tanah, mafia peradilan dan hukum, mafia judol dan narkoba, mafia migas, mafia laut, mafia alutsista, mafia migor, mafia politik korupsi, dan sederet panjang lagi. Semua mengarahkan pandangan bahwa akar masalahnya karena gurita sistem kapitalistik-demokrasi yang dikendalikan para kapitalis-cukong-oligark-yang membuat mereka bertindak ala mafia.
Mirisnya, ketika kuasa politik naik menjadi presiden dan pendukungnya berulah dengan tindakan premanisme. Negara seolah kalah dalam menghadapinya.
Sampai kapan negeri ini akan dikuasai oleh mafia dan preman ?
Demikian.