
Oleh: Hasbi Aswar, S.IP., M.A., Ph.D
Revolusi Iran 1979 sering disebut sebagai cikal bakal dari munculnya gerakan politik islam yang berpotensi mempengaruhi dinamika politik dunia.
Rezim global pada umumnya melihat gerakan – gerakan itu dalam kacamata pendekatan keamanan bahwa politik Islam adalah ancaman terhadap demokrasi dan kehidupan modern, bisa menciptakan instabilitas, dan sebagainya.
Dengan basis sudut pandang ini membuat gerakan – gerakan politik Islam di berbagai negara selalu direpresi baik di level yang sangat keras seperti dilarang, dipenjara atau minimal di gambarkan buruk (stigmatisasi).
Ada anggapan bahwa gerakan politik Islam menjadi salah satu masalah utama kehidupan modern saat ini yang bergerak maju, sementara politik Islam selalu mengajak mundur ke era masa lalu. Sehingga wajar gerakan Islam perlu dimodernisasi atau kalau tidak mau, dimatikan.
Namun, realitas politik di dunia Islam beberapa masa terakhir ini malah menunjukkan hal yang sebaliknya. Percobaan modernisasi melalui liberalisasi politik, ekonomi, industri, pendidikan dan budaya di dunia Islam pasca kolonialisasi malah membuat politik Islam semakin hari semakin populer.
Bisa kita lihat dari pemilu – pemilu demokratis yang dimulai tahun 1991 di Al-Jazair dan membawa partai Islamis, FIS sebagai pemenang. Berturut – turut Ikhwanul Muslimin tahun 2005 – 2012. Hamas mengalahkan Fatah 2006. Taliban memenangkan Afghanistan kembali setelah percobaan modernisasi dari 2001 – 2021.
Survei – survei juga banyak menunjukkan peningkatan kesadaran politik Islam di Tengah Muslim dan pada saat yang sama kekecewaan terhadap system yang ada juga semakin meningkat. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut:
Pertama, Modernisasi di berbagai bidang tidak membuat kondisi umat Islam menjadi lebih baik. Yang nampak, umat Islam semakin diserbu oleh budaya – budaya asing yang tidak Islami dari media – media dan tayangan popular dari luar negeri, entah itu Hollywood, Bollywood, Pop Korea dan yang lainnya.
Di sisi lain, liberalisasi politik menghasilkan para elit yang bermasalah dan kebijakan – kebijakan yang dihasilkan pun banyak yang tidak pro-rakyat. Setali tiga uang dengan kebijakan ekonomi yang menciptakan kesenjangan antara kaum berada yang minoritas dan rakyat sebagai mayoritas. Dalam aspek yang lain juga kurang lebih sama, modernisasi tidak dirasakan dampaknya secara signifikan untuk umat Islam.
Dalam konteks internasional juga sama, negara- negara yang mempromosikan demokrasi, dan Hak Asasi Manusia menunjukkan sikap yang berbeda saat melakukan intervensi – intervensi militer ke dunia Islam dengan berbagai kerusakan yang mereka ciptakan. Belum lagi dukungan terhadap penjajahan Israel dan negara – negara otoriter Timur Tengah.
Muncul pertanyaan, apakah memang modernisasi untuk umat Islam atau agenda asing untuk menguasai dan melemahkan Muslim?.
Kedua, Kekecewaan masyarakat terhadap modernisasi membuat Muslim memikirkan alternatif yang dapat menjadi jalan keluar masalah mereka. Muncullah gerakan – gerakan Islam yang menawarkan pentingnya kembali pada ajaran Islam dengan segala konsep – konsep solusinya. Bukan hanya, Islam juga punya sejarah gemilang saat kekuasaan Islam di masa lalu jaya dan berkontribusi besar untuk dunia. Bahasa persuasi dari gerakan politik Islam, dengan janji – janji kemajuan politik Islam, dan buruknya modernisasi barat membuat Muslim tidak punya pilihan kecuali semakin condong kepada politik Islam.
Ekspresinya memang beda – beda dalam mendukung politik Islam. Ada yang mendukung gerakan Islam dalam pemilu ada juga yang memilih berjuang di level masyarakat untuk serius mendakwahkan urgensi politik islam sebagi solusi tatanan politik terkini.
Dengan pemahaman di atas, rezim penguasa tidak bisa bergantung terus terhadap strategi represi terhadap gerakan – gerakan ini. Represi malah bisa menjadi boomerang saat masyarakat melihat gerakan ini terzalimi oleh cara – cara otoriter penguasa. Ini terbukti di Mesir, setelah puluhan tahun dikriminalisasi, Ikhwan tetap mendapatkan dukungan dominan masyarakat.
Jika memang para penguasa di dunia Islam memang jujur dan serius untuk mengelola negara demi kebaikan masyarakat, tidak ada salahnya mencari opsi lain dalam merespon berbagai gerakan politik Islam ini. Daripada terus berhadap – hadapan, membuang – buang energi, padahal sebenarnya tujuan pemerintah dan gerakan politik Islam sama -sama untuk masyarakat.
Kecuali memang rezim di dunia Islam sengaja mempertahankan modernisasi dan segala keburukannya. Ini artinya, membuka ruang besar bagi politik Islam untuk berkuasa di kemudian hari.
*Penulis adalah ketua umum MSPI