Kasus Nadiem: Gurita Korupsi dan Potret Buram Demokrasi di Indonesia

Oleh: Dr. Riyan MAg (MSPI – Masyarakat Sosial Politik Indonesia)

Kasus korupsi yang menyeret mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim kembali mengguncang publik. Nama besar, jabatan strategis, serta angka kerugian negara yang sangat fantastis menjadikan kasus ini sorotan utama.

Apakah ini kriminalisasi ?
Kuasa hukumnya, Hotman Paris, menyebut kasus ini mirip dengan kriminalisasi yang pernah dialami Tom Lembong. Namun jika ditelaah lebih dalam, analogi ini tidak tepat.
Pertama, fakta penyelidikan KPK telah menemukan bukti bahwa perintah terkait pengadaan laptop berasal langsung dari Nadiem. Bukti ini memperlihatkan adanya unsur pidana, bukan sekadar kriminalisasi. Tidak ada menteri pendidikan sebelumnya yang menghadapi kasus serupa, sehingga kasus ini berdiri sendiri sebagai tindak pidana murni.
Kedua, berbeda dengan Tom Lembong -mantan Menteri perdagangan -yang dipersoalkan semata karena faktor politik—sementara kebijakan impor serupa yang dilakukan menteri lain dibiarkan—kasus Nadiem jelas menyangkut perintah langsung dan berimplikasi pada kerugian negara hingga triliunan rupiah. Maka, sulit bagi publik untuk menganggap ini sebagai kriminalisasi.

Penyebab Maraknya Korupsi di Lembaga Negara
Fenomena korupsi di lembaga negara bukan hal baru, namun semakin hari semakin marak. Ada dua faktor utama:
Pertama, keserakahan individu pejabat. Niat jahat dan tamak menjadi alasan klasik namun nyata. Jabatan publik justru dijadikan jalan pintas memperkaya diri.
Kedua, sistem yang rapuh. Demokrasi yang diterapkan melahirkan biaya politik sangat mahal. Untuk menutup ongkos politik, para pejabat mencari jalan lewat proyek-proyek “basah”. Lemahnya sanksi hukum memperparah keadaan, sebab pelaku tidak merasa takut dihukum.
Mengapa Lembaga Antikorupsi Belum Efektif?
Keberadaan KPK maupun regulasi yang berlapis ternyata belum mampu menahan laju korupsi. Penyebabnya bisa ditelusuri pada tiga hal utama:
Pertama, sistem demokrasi sekuler. Demokrasi memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, pejabat tidak merasa perlu menjadikan agama sebagai pengontrol moral.
Kedua, pragmatisme pejabat. Ketika ada peluang dan celah dalam sistem, ditambah keserakahan pribadi, korupsi dianggap hal biasa dan bukan dosa.
Ketiga, sanksi hukum yang lemah. Vonis sering kali ringan atau bisa “dinegosiasikan”, sehingga koruptor masih bisa menikmati hasil kejahatannya setelah bebas. Dalam Islam, korupsi dipandang lebih berat dari pencurian biasa. Bila kerugian negara sangat besar, hukuman mati bisa dijatuhkan oleh hakim demi menimbulkan efek jera.

Mengapa Korupsi Sulit Diberantas?
Sulitnya pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan hasil kombinasi dari dua faktor utama: keserakahan individu dan kelemahan sistem demokrasi. Selama sistem yang mahal dan lemah ini dipertahankan, korupsi akan terus subur. Jalan satu-satunya adalah dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah, yang hanya mungkin dijalankan oleh pemimpin dan pejabat yang bertakwa.

Islam sebagai Solusi Tuntas
Islam menawarkan cara komprehensif untuk memberantas korupsi:
Pertama, individu yang bertakwa. Pejabat publik yang memiliki kesadaran iman dan takut kepada Allah SWT akan membuat kebijakan dengan landasan keimanan yang kuat.
Kedua, kontrol masyarakat. Masyarakat Islam aktif melakukan amar ma’ruf nahi munkar, bukan untuk menumbangkan penguasa, melainkan untuk menjaga agar penguasa tetap lurus.
Ketiga, sanksi tegas. Negara wajib menegakkan hukum Islam yang jelas dan memberi hukuman tegas, bahkan sampai hukuman mati jika korupsi menimbulkan kerugian besar bagi negara.

Penutup
Kasus Nadiem Makarim hanyalah puncak dari gunung es. Korupsi akan terus terjadi selama sistem demokrasi sekuler dipertahankan. Solusi tuntas bukan sekadar mengganti individu, melainkan mengganti sistem yang memungkinkan korupsi terus hidup. Hanya dengan Islam kaffah, korupsi bisa diberantas hingga ke akar-akarnya. ***

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top