Pendidikan: Tentang Cara Pandang, Bukan Soal Keterbatasan Anggaran

Oleh: Reza Noormansyah

Dalam berbagai pidato kenegaraan, investasi kerap dipuja sebagai mantra kemajuan. Membuka pintu modal asing, membangun infrastruktur fisik, dan menjanjikan kawasan industri. Cukup dengan arus kapital dan pembangunan fisik, negara dipandang akan meloncat ke tingkat pertumbuhan tinggi dan menjadi kompetitif di panggung global.

Namun, mengapa pendidikan dan riset tak jua mendapat tempat yang menjanjikan dalam visi pembangunan? Mengapa seleksi pegawai untuk pendidik dianggap tidak prospektif, padahal di tangan merekalah generasi masa depan ditempa? Mengapa akses pendidikan masih menjadi kemewahan?

Pertumbuhan dan Cara Pandangnya

Dalam teori growth-centric development, negara diukur sukses jika angka PDB-nya naik. Maka, kebijakan difokuskan pada variabel yang langsung berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Yang paling dekat adalah investasi, ekspor, konsumsi. Dalam kerangka ini, pendidikan dapat dianggap sebagai beban jangka pendek. Riset tidak mendatangkan dividen cepat.

Padahal, riset dan pendidikan adalah fondasi dari ekonomi berbasis ilmu, inovasi, dan daya cipta (knowledge-based economy). Negara-negara yang berhasil lepas dari ketergantungan bahan mentah seperti Korea Selatan, Finlandia, dan Taiwan selalu memulai dari reformasi pendidikan dan penguatan riset. Negara menanamkan pengetahuan dalam sistem produksi dan menciptakan nilai tambah dari dalam.

Kegagalan Membaca Rantai Nilai Global

Wacana hilirisasi yang digalakkan untuk mendongkrak ekonomi kerap berhenti pada tahap industrialisasi dasar. Namun, dalam perspektif rantai nilai global (GVC), posisi manufaktur berada justru di titik tengah (posisi terendah) pada kurva nilai tambah “smile curve”. Nilai tertinggi berada di dua kutub rantai yaitu hulu, yang mencakup riset, desain, inovasi, dan branding. Artinya, nilai tertinggi ada pada sisi yang didorong oleh ilmu dan visi.

Negara yang hanya berkutat di tengah, maka ia sekadar jadi penyedia tenaga, lokasi, dan pabrik murah. Otoritasnya boleh bangga telah membangun pabrik baterai. Namun, realitanya, keuntungan tetap dinikmati pemilik desain, standar teknologi, paten, dan merk.

Jika ingin memenangkan pertarungan rantai nilai global, negara harus keluar dari peran sebagai buruh produksi dunia. Negara harus melompat ke hulu, menjadi pencipta, bukan hanya pelaksana. Sehingga, kunci dari naiknya posisi dalam rantai nilai global adalah penguasaan ilmu dan pembangunan akal kolektif, yang dapat diraih hanya jika pendidikan dan riset ditempatkan sebagai pusat kebijakan.

Terpisahnya Pendidikan

Pertama, karena elite kebijakan terperangkap dalam logika manfaat jangka pendek. Fenomena ini disebut short-termism, yaitu kecenderungan mengorbankan masa depan demi hasil cepat. Investasi mudah dijual secara politis, hasilnya cepat terlihat. Pendidikan dan riset? Terlalu lambat, terlalu panjang, dan ada yang menganggapnya beban fiskal. Akibatnya, guru dan ilmuwan tidak diposisikan sebagai penjaga peradaban. Padahal, negara yang telah berhasil mendaki rantai nilai global seperti Jerman tidak akan sampai pada posisi itu tanpa revolusi ilmu dan pendidikan yang visioner.

Kedua, karena masyarakat belum secara kolektif mempunyai tuntutan kebutuhan pendidikan. Biaya pendidikan mahal, kualitas pengajaran belum merata, dan rendahnya penghargaan terhadap profesi pendidik dianggap normal.

Ketiga, karena negara direduksi menjadi regulator pasar. Bukan penanggung jawab pembentukan pola pikir dan pola sikap. Padahal, fungsi negara adalah membentuk sistem nilai yang memuliakan akal, membangun manusia bermartabat, dan mengarahkan masyarakat ke arah kehidupan yang lurus.

Pendidikan Adalah Keberlangsungan

Pendidikan adalah mekanisme pengasahan akal, pembentukan kesadaran hidup, dan pengarah tindakan. Pendidikan bukan sekadar transfer pengetahuan teknis, tetapi membentuk manusia dengan kesadaran, nilai, dan keahlian yang diperlukan untuk menjawab tantangan zaman.

Ekonomi yang berkelanjutan hanya dapat dibangun oleh masyarakat yang memiliki literasi berpikir, bukan hanya kemampuan membeli. Ketahanan pangan, transisi energi, bahkan huluisasi tidak akan berjalan apabila riset tidak difungsikan sebagai tulang punggung inovasi. Negara yang hanya berharap pada investasi asing sambil membiarkan lembaga riset nasional layu dan tenaga pendidiknya migrasi ke sektor lain karena tak dihargai sedang membangun ketergantungan struktural yang fatal.

Pembangunan sejati bukan dimulai dari batu dan semen, tetapi dari akal yang tercerahkan. Yang dibutuhkan adalah pergeseran paradigma. Dari logika materialistik ke logika peradaban bermartabat. Dari angka PDB ke kualitas manusia. Dari bangunan fisik ke bangunan nalar.

Semua elemen dalam negara harus disadarkan bahwa pendidikan bukan beban fiskal, melainkan instrumen strategis. Bahwa membiarkan guru kehilangan semangat dan ilmuwan kehilangan panggung intelektualnya sama saja dengan mengubur harapan masa depan suatu negeri. Negara manapun tidak akan berdaulat selama ilmu dan pemikiran tidak dibesarkan.

Negara yang mengabaikan kapasitas akal kolektif sedang mematikan peluangnya dalam arsitektur dunia. Negara melalui otoritasnya harus kembali menjadi pelayan masyarakat yang menjadikan pencerahan akal sebagai agenda utama melalui kebijakan konkret: pendidikan gratis dan bermutu, dana riset yang memudahkan substansi riset itu sendiri, serta penghargaan terhadap pengajar dan peneliti sebagai penjaga nafas peradaban.

Memilih Arah

Kita berada di persimpangan sejarah. Tetap bertahan dalam logika pertumbuhan semu yang tergantung pada modal asing bahkan hutang luar negeri, atau membangun kekuatan dari dalam melalui ilmu, riset, dan pendidikan. Ini semua bukan sekadar pilihan teknis, tetapi pilihan ideologis.

Negara bukan korporasi, bukan sekadar alat pencetak pertumbuhan. Negara tidak akan berdaulat hanya dengan banyak pabrik, tetapi harus dengan banyak kepala yang berpikir tajam dan jernih. Negara adalah pengarah hidup masyarakat. Dan arah itu hanya akan lurus jika akal sehat ditempatkan di depan dan terus diasah melalui pendidikan.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top