
Oleh: Hasbi Aswar, S.IP., M.A., Ph.D
Kehebohan dunia akhir – akhir ini tentang rencana Trump merelokasi warga Gaza dan mengambil alih wilayah ini untuk dibangun kembali sebenarnya masih kelanjutan dari perang Gaza dalam 15 bulan terakhir ini. Amerika dan Zionis Yahudi belum mendapatkan kepentingan utamanya untuk menghabisi para pejuang Gaza, walaupun sudah berkorban puluhan milyar dolar termasuk mengorbankan citra nya di mata dunia.
Serangan pejuang Palestina yang dimulai pada 07 Oktober 2023 nampaknya menjadi hal yang ekstra serius bagi rezim Zionis termasuk AS. Sehingga menurut mereka responnya pun harus serius. Hal ini sudah dibuktikan dengan penggunaan strategi – strategi perang yang sebenarnya melanggar hukum perang seperti: strategi menciptakan kelaparan terhadap warga, bombardir pemukiman, penggunaan senjata terlarang, serangan kepada fasilitas kesehatan, media, relawan, dan sebagainya.
Israel dan AS berharap bahwa dengan strategi ini HAMAS dapat cepat dikalahkan dan HAMAS akan menjadi bulan – bulanan warga Palestina sebagai penyebab utama persoalan ini.
Tapi yang terjadi malah sebaliknya, setelah 15 bulan, Hamas berhasil memaksa Israel dan AS untuk melakukan gencatan senjata bahkan membuat Hamas tetap menjadi idola dan tumpuan warga Gaza dan warga Palestina.
Kondisi inilah yang membuat, Rezim Netanyahu geram dan dendam kesumat. Awalnya, mereka sudah punya rencana. Pasca perang, Gaza akan dikuasai oleh rezim boneka Israel dan setelah itu, program kontra-terorisme “kontra-perlawanan” akan dilakukan.
Hal ini ternyata tidak terealisasi. Bahkan Israel dipermalukan oleh Hamas tidak hanya dengan tampilnya kelompok ini kembali sebagai pemimpin rakyat Gaza tapi juga para sandera Israel yang apresiatif terhadap para pejuang Palestina karena perlakuan mereka yang sangat baik terhadap para tawanan Zionis itu.
Oleh sebab itu, rencana Trump untuk merelokasi warga Gaza dan membangunnya kembali adalah bagian dari strategi untuk tetap melanjutkan perang terhadap para pejuang Palestina.
Beberapa kalangan menyampaikan mustahilnya kebijakan ini bisa direalisasikan dengan pertimbangan, warga Gaza yang tidak mungkin mau menerima, negara – negara Arab juga tidak mungkin setuju. Selain itu, hal ini juga melanggar ketentuan hukum internasional.
Lantas, mengapa Trump terlihat sangat serius walaupun ini irasional. Ini kelihatannya adalah strategi diplomasi Trump kepada negara – negara mitranya di Timur Tengah untuk mau bersama – sama dengan Zionis Israel untuk menghabisi Hamas. Termasuk juga, mengkondisikan Palestina agar ramah terhadap rezim Zionis sehingga ancaman masa depan terhadap rezim ini menjadi hilang selamanya.
Isu ini kemungkinan akan surut, saat Trump telah mendapatkan pernyataan “baik publik atau privat” dari rezim Arab bahwa mereka berjanji akan memperketat sikap negara mereka terhadap kelompok perlawanan Palestina dari semua sisi: ekonomi, politik, dan keamanan. Setelah ini terjadi, proses normalisasi Arab – Israel kemudian akan dilanjutkan kembali.
Walhasil, genosida dan kolonialisasi Palestina oleh Zionis Israel akan tetap berlanjut di bawah dukungan AS bersama sekutunya baik di barat maupun negara – negara Arab.
*Penulis Koordinator MSPI