Kontroversi Sertifikasi Halal Produk Non Halal: Apakah BPJPH Teledor?

Oleh: Dr. Riyan M.Ag

Belakangan ini, publik dihebohkan dengan munculnya produk-produk yang menggunakan nama-nama non halal, seperti Rhum, Tuak, Beer, dan bahkan Tuyul, namun lolos dari sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah penerbitan sertifikat halal untuk produk-produk tersebut melanggar aturan yang ada?

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, BPJPH bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam proses sertifikasi. MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa bahwa produk yang menggunakan nama dan simbol kekufuran, kemaksiatan, serta yang berkonotasi negatif, tidak dapat disertifikasi halal. Dengan demikian, produk-produk seperti Rhum, Tuak, Beer, dan Tuyul jelas melanggar ketentuan ini, meskipun secara substansi produknya mungkin dianggap halal.

Kasus ini mengingatkan kita pada skandal “wine” halal yang pernah mencuat, yang berujung pada pencabutan sertifikat dan tindakan hukum. Sangat disayangkan, BPJPH tampaknya kembali teledor dalam pengawasan, yang bisa merugikan umat Islam. Kepercayaan publik terhadap sistem sertifikasi halal dapat tergerus jika kasus-kasus semacam ini terus berulang.

Salah satu isu mendasar dalam kasus ini adalah penggunaan metode self declare, di mana pelaku usaha, terutama UMKM, dapat menyatakan produk mereka halal tanpa audit ketat dari Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Meskipun ini ditujukan untuk memudahkan akses bagi UMKM, pengawasan yang lemah dapat membuka celah penyalahgunaan, baik dari sisi produk maupun nama yang digunakan.

Pemerintah seharusnya membantu UMKM dengan memberikan kemudahan, bahkan penggratisan dalam proses uji halal, alih-alih membiarkan mereka menggunakan metode self declare yang berisiko tinggi.

Jika kasus ini dibiarkan, reputasi pemerintah dalam menjamin produk halal dapat tergerus. Pengulangan kasus di masa mendatang akan terus membuka peluang untuk keraguan publik, baik di dalam negeri maupun di panggung global. Oleh karena itu, sebaiknya metode self declare dihapus dan digantikan dengan pengawasan yang lebih ketat.

Jaminan halal bukan hanya sekadar sertifikasi; ini adalah kewajiban negara untuk menjamin bahwa produk yang beredar di masyarakat adalah halal. Proses ini seharusnya tidak dijadikan celah untuk meraup keuntungan. Dalam sistem Islam, prinsip dasar jaminan halal adalah bahwa segala sesuatu di bumi ini adalah halal, kecuali yang diharamkan. Dengan demikian, sertifikasi harusnya lebih berfokus pada produk yang diharamkan daripada yang halal.

Kasus produk non halal yang mendapatkan sertifikasi halal ini adalah cerminan pentingnya pengawasan dan integritas dalam sistem jaminan halal. BPJPH perlu berbenah untuk memastikan bahwa produk yang beredar di masyarakat tidak hanya halal secara substansi, tetapi juga sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh umat Islam. Hanya dengan cara ini, kepercayaan masyarakat terhadap produk halal dapat terjaga dan reputasi pemerintah dalam menjamin kehalalan produk tetap terpelihara.

Wallahu A’lam.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top