
Hasbi Aswar
Masyarakat Sosial Politik Indonesia
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pada tanggal 25 Agustus 2025 menggelar sidang darurat di Jeddah, Arab Saudi, yang dihadiri 43 dari 57 negara anggota, termasuk 21 menteri luar negeri. Pertemuan ini digelar menyusul rencana Israel untuk melakukan pendudukan permanen di Gaza serta memperluas aneksasi di Palestina.
Dalam forum tersebut, Indonesia melalui Wakil Menteri Luar Negeri Anis Matta menyerukan agar OKI mengerahkan seluruh sumber daya yang dimiliki untuk menghentikan agresi Israel, membuka akses bantuan kemanusiaan, dan mendorong pengakuan lebih luas terhadap kemerdekaan Palestina. Sidang OKI kemudian menghasilkan resolusi yang menegaskan penolakan terhadap rencana Israel, mendesak dibukanya akses bantuan ke Gaza, serta menuntut PBB dan komunitas internasional mengambil tindakan cepat untuk menghentikan agresi.
Pernyataan Indonesia dalam forum ini patut diapresiasi, terutama karena kembali menegaskan bahwa Palestina adalah jantung umat Islam dan bahwa agenda “Greater Israel” menjadi ancaman nyata bagi kedaulatan kawasan. Namun, agar seruan ini tidak sekadar menjadi pengulangan diplomasi normatif atau sekedar wacana yang berakhir tanpa hasil konkret, OKI perlu melangkah lebih jauh.
Pernyataan tegas harus diiringi dengan langkah operasional nyata: mendorong semua anggota OKI yang masih menjalin hubungan diplomatik maupun perdagangan dengan Israel untuk segera memutuskannya; melakukan boikot total terhadap ekspor-impor Israel melalui jalur darat, laut, dan udara di wilayah negara-negara Islam; serta mempersiapkan opsi militer kolektif bila embargo tidak mampu menghentikan genosida yang kini sudah menjerumuskan Gaza ke dalam kelaparan massal.
Hanya dengan sikap tegas dan terukur OKI dapat membuktikan bahwa seruan solidaritas terhadap Palestina bukan sekadar retorika, melainkan sebuah aksi nyata untuk menghentikan kejahatan perang dan penjajahan Israel terhadap Palestina.