
Oleh: Hasbi Aswar, S.IP., M.A., Ph.D
Upaya Prabowo untuk meminta dukungan ke lima negara Timur Tengah—Uni Emirat Arab, Turki, Mesir, Qatar, dan Jordania—dalam rangka evakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia hanyalah bentuk lain dari politik distraksi rezim terhadap penjajahan yang semestinya ditindak tegas.
Gaya ini sama persis yang dilakukan oleh pemimpin – pemimpin anggota OKI lainnya yang selalu menjual narasi kemanusiaan, kemanusiaan, dan kemanusiaan tapi menutup mata terhadap kondisi yang sebenarnya.
Persoalannya sederhana, kekejaman Israel terhadap warga Gaza adalah rangkaian sistematis dari penjajahan, apartheid, dan genosida yang berlangsung selama puluhan tahun. Maka, selama akar persoalan ini tidak dihadapi secara serius dan frontal, semua bentuk bantuan kemanusiaan pada akhirnya hanya menjadi pelipur lara dari penderitaan yang tidak kunjung selesai.
Selama ini, kepedulian dunia Islam, termasuk Indonesia, terlalu sering terjebak dalam retorika kemanusiaan. Kita marah, kita bersedih, kita mengirim bantuan medis, logistik, dan tenaga kesehatan. Tapi kita tetap menutup mata terhadap fakta bahwa penjajahan tidak akan berhenti hanya dengan memberikan obat kepada korban. Penjajahan hanya bisa dihentikan dengan kekuatan, dengan perlawanan.
Kita seolah menjadi penonton yang baik hati: melihat seseorang dipukuli, lalu kita memberinya air minum dan perban, namun tak pernah menghentikan si pemukul.
Indonesia, sebagai negara besar dengan populasi Muslim terbesar di dunia, seharusnya mampu bersikap lebih progresif dan berani. Misalnya, dengan memimpin seruan boikot terhadap Israel dan negara-negara pendukungnya. Atau lebih jauh lagi, menjajaki kemungkinan koalisi militer bersama negara-negara Arab untuk memberikan tekanan nyata kepada Israel.
Semestinya Prabowo, dalam lawatannya ke Timur Tengah membicarakan strategi politik dan militer bersama menghadapi Israel beserta aliansi barat yang selama ini menjadi tameng bagi kekejaman Zionis. Bukan menghabiskan anggaran untuk keliling – keliling Timur Tengah apalagi kita lagi sensitive dengan isu efisiensi. Dan Apa urgensinya, ribuan warga Gaza dibawa ke Indonesia padahal negara – negara Arab sekitar lebih kaya dan lebih dekat dari Gaza.
Jika dunia Islam hanya terus berada dalam zona aman “kemanusiaan” tanpa keberanian menghadapi sumber kekejaman itu sendiri, maka kita sejatinya sedang ikut membiarkan pembantaian itu terus berlangsung. Bahkan lebih dari itu, kita menjadi bagian dari genosida Gaza. Apalagi masih banyak negara Muslim yang tetap menjalin hubungan diplomatik, dan kerjasama ekonomi dengan Zionis sampai saat ini.
Oleh sebab itu, stop dengan hanya bermain dengan narasi kemanusiaan. Dunia Islam sebenarnya memiliki kekuatan yang cukup untuk menghadapi Israel dan sekutu – sekutunya. Itu kalau mereka peduli, tapi kalau hanya pura – pura peduli, artinya, memang pemimpin – pemimpin dunia Islam adalah bagian dari teman – teman Zionis bersama AS dan sekutu – sekutu mereka.