Urgensi Pendekatan Komprehensif untuk Menjaga Efektivitas Gencatan Senjata di Gaza

Hasbi Aswar (Masyarakat Sosial Politik Indonesia)
Perang dua tahun di Jalur Gaza sejak Oktober 2023 telah menimbulkan kehancuran kemanusiaan yang luar biasa. Lebih dari 67.000 warga Palestina tewas dan sekitar 170.000 lainnya luka-luka, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Ribuan lainnya masih hilang di bawah reruntuhan bangunan yang hancur. Hampir seluruh infrastruktur sipil Gaza—rumah, sekolah, rumah sakit, masjid, gereja, hingga fasilitas air dan listrik—rusak berat atau musnah. Situasi ini menimbulkan bencana kemanusiaan yang diperparah dengan blokade total yang menyebabkan kelaparan dan kekurangan obat-obatan.

Meskipun gencatan senjata antara Israel dan Hamas resmi diumumkan pada 10 Oktober 2025, harapan akan berakhirnya kekerasan belum sepenuhnya terwujud. Dalam 24 jam setelah perjanjian itu berlaku, sebanyak 155 warga Palestina kembali tewas, termasuk 135 jenazah yang baru ditemukan di bawah reruntuhan dan 19 orang yang tewas akibat serangan udara baru.

Fakta ini menunjukkan bahwa deklarasi gencatan senjata belum mampu menghentikan kekerasan di lapangan dan bahwa mekanisme pengawasan yang kuat sangat dibutuhkan agar kesepakatan ini tidak menjadi sekadar simbol politik.

1. Peran Sentral PBB dan Pasukan Multinasional

PBB harus berperan sebagai penjamin utama pelaksanaan gencatan senjata, bukan hanya fasilitator diplomatik. Melalui mandat Dewan Keamanan, dibutuhkan pembentukan misi pengawasan internasional permanen di Gaza dengan wewenang untuk memantau, mencatat, dan melaporkan pelanggaran secara real time. Kehadiran pasukan multinasional netral di bawah koordinasi PBB—yang terdiri dari negara-negara non-pihak—diperlukan untuk menciptakan zona aman bagi warga sipil, melindungi jalur kemanusiaan, dan memastikan pasukan Israel benar-benar mundur sesuai kesepakatan. Pasukan ini harus memiliki mandat pertahanan terbatas agar mampu mencegah serangan susulan tanpa terlibat dalam konfrontasi langsung.

2. Keterlibatan Organisasi Sipil dan Mekanisme Bantuan

Gencatan senjata tidak akan berarti tanpa keterlibatan organisasi masyarakat sipil (OMS) dan lembaga kemanusiaan. Lembaga seperti UNRWA, Palang Merah, dan LSM lokal memiliki posisi strategis dalam memastikan penyaluran bantuan pangan, medis, dan air bersih secara aman dan transparan. Mereka juga dapat berperan sebagai pengawas independen untuk memastikan kedua pihak mematuhi isi perjanjian. Partisipasi masyarakat sipil memberikan legitimasi sosial terhadap proses perdamaian dan memperkuat akuntabilitas lokal.

3. Kebebasan Media Internasional

Kebebasan bagi media internasional untuk meliput secara langsung di Gaza merupakan elemen penting bagi transparansi publik. Liputan yang terbuka akan menekan penyebaran disinformasi, mencegah upaya penyembunyian pelanggaran, serta memberikan tekanan moral dan diplomatik kepada pihak yang melanggar. Media yang bebas berfungsi sebagai saksi global, sekaligus pengingat bahwa kebenaran di lapangan tidak boleh dibungkam oleh kepentingan politik atau militer.

4. Sanksi Tegas bagi Pelanggar

Gencatan senjata akan kehilangan makna tanpa sanksi yang tegas dan terukur. Perjanjian harus menyertakan mekanisme hukuman otomatis terhadap pihak yang melanggar, baik berupa embargo militer, pembekuan aset internasional, penghentian bantuan ekonomi, maupun penuntutan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) bagi individu yang bertanggung jawab atas serangan terhadap warga sipil. Sanksi ini bukan hanya hukuman, tetapi juga alat pencegah agar setiap pihak memiliki insentif kuat untuk mematuhi kesepakatan.

5. Pemanfaatan Teknologi untuk Pengawasan

Teknologi modern harus menjadi tulang punggung sistem pemantauan gencatan senjata. Penggunaan satelit, drone, sensor akustik, dan kamera tetap dapat memberikan pemantauan berkelanjutan atas wilayah rawan pelanggaran. Selain itu, perlu dibentuk platform pelaporan publik berupa hotline, aplikasi digital, atau formulir daring yang memungkinkan warga sipil, jurnalis, dan lembaga kemanusiaan melaporkan pelanggaran secara langsung dan aman. Bukti digital yang diverifikasi oleh lembaga internasional dapat menjadi dasar pemberian sanksi atau tindakan hukum terhadap pelaku.

6. Membangun Kepercayaan dan Rekonstruksi

Untuk menjaga stabilitas pascaperang, diperlukan langkah-langkah membangun kepercayaan antara kedua pihak. Program pertukaran tahanan dan jenazah, pemulihan layanan publik, serta rekonstruksi rumah dan infrastruktur vital harus segera dijalankan dengan pengawasan internasional. Pemulihan ini bukan hanya kebutuhan kemanusiaan, tetapi juga fondasi sosial dan psikologis bagi perdamaian yang berkelanjutan.

Gencatan senjata di Gaza akan gagal bila hanya mengandalkan niat politik tanpa sistem jaminan keamanan dan pengawasan yang konkret. Pendekatan komprehensif yang melibatkan PBB, pasukan multinasional, organisasi sipil, media internasional, serta dukungan teknologi dan sanksi hukum adalah satu-satunya jalan untuk memastikan perdamaian yang berkelanjutan. Dunia tidak boleh membiarkan Gaza kembali menjadi medan pembantaian Israel setelah setiap perjanjian. Kali ini, gencatan senjata harus berarti akhir dari kekerasan, bukan jeda sebelum penderitaan baru dimulai. Dunia sudah belajar dari penghentian-penghentian kekerasan yang terjadi sejak tahun 2008, 2012, 2014, 2021, termasuk gencata senjata selama perang dua tahun terakhir  di mana setiap gencatan senjata terjadi, kekerasan tidak berhenti sama sekali meski dalam skala yang kecil, termasuk blokade yang tidak pernah betul-betul hilang.

Oleh sebab itu, gencatan senjata belum bisa betul-betul disyukuri jika tidak ada mekanisme komprehensif untuk memastikan warga-warga Gaza betul-betul aman dan merdeka dari segala kewenang-wenangan penjajah Israel yang sifatnya berkelanjutan.

*Artikel ini ditulis dengan dukungan Artificial Intelligence (AI)

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top