Makna Politik Ibadah Haji

Hasbi Aswar (Pengurus Masyarakat Sosial Politik Indonesia)

Bagi kaum muslimin, Ibadah haji telah menjadj salah satu impian tertinggi dalam beribadah kepada Allah SWT. Ada kenikmatan spiritual saat menjejakkan kaki d rumah Allah swt di Makkah dan berkunjung serta melakukan napak tilas dakwah Nabi Saw di Madinah.

Namun, Haji tidak sekedar ibadah spiritual. Berkumpulnya berbagai suku, bangsa dalam satu pemikiran, peraturan dan perasaan menjadi simbol bahwa umat Islam itu satu.

Saat umat Islam berhaji, mereka mesti memulai dengan niat yang ikhlas lillaahi taala, berpakaian ihram serta mengikuti proses dari awal sampai akhir dengan tertib. Jika ada yang melanggar rukun rukun haji itu maka, hajinya menjadi batal dan perjalanan hajinya menjadi sekedar wisata saja.

Pemikiran inilah yang menyatukan para jemaah haji sehingga mereka betul betul berhati hati terhadap tata terbit/syariat dalam berhaji. Ini wajib diikuti semua umat Islam tanpa melihat latar belakang etnis, bahasa dan warna kulit mereka.

Dalam melaksanakan ibadah itu, hanyalah otoritas Ilahi yang mesti diiikuti, manusia tidak punya tempat kecuali harus mendengar dan taat.

Hal inilah yang membuat semua rasa dan harapan para jamaah hanyalah semata mengharap ridha Allah saja, dan takut akan murka Allah sehingga mereka sangat berhati-hati betul dalam menjaga setiap proses haji mereka.

Ibadah haji ini menjadi pesan yang kuat buat kaum Muslimin termasuk umat Manusia secara umum bahwa setiap mereka sama kedudukannya di hadapan Allah swt. Yang membedakan hanyalah sejauh mana ketaqwaan dan ketaatan kepada Allah itu dijalani.

Selain itu, latar belakang harta, jabatan dan bangsa, bagi Allah SWT tidaklah berarti. Yang terbaik bukanlah Arab di atas non Arab, atau barat diatas non-barat atau sebaliknya. Yang terbaik adalah yang paling taat kepada Allah swt.

Bersatunya kaum Muslimin dalam haji juga memberi pesan kewajiban kaum Muslimin untuk bersatu sebagai umat yang bersaudara dalam satu aqidah.

Persatuan karena persaudaan itu bermakna kewajiban satu sama lain untuk mendahulukan kepentingan saudaranya dibanding kepentingan – kepentingan yang lain. Terlebih, Allah dan rasulnya selalu mengingatkan untuk saling mencintai sesama Muslim sama dengan mencintai diri sendiri.

Nabi bahkan menyimbolkan persaudaraan itu sebagai satu tubuh. Dimana saat satu bagian yang sakit yang lain pun akan sakit. Dalam sabda nabi yang lain, beliau mengibaratkannya sebagai satu bangunan yang menopang satu sama lain.

Dalam sejarah, semangat persatuan dan persaudaraan di bawah kedaulatan ilahi ini pernah membuat umat Islam menjadi yang paling unggul secara politik dan peradaban.

Sayangnya saat ini, persaudaraan umat Islam tidak lagi sekuat saat dulu itu. Persaudaraan hanya sisa di atas kertas atau terbatas pada emosional saja yang berdampak minim dalam menopang tubuh dan bangunan umat Islam saat ini yang lemah dan terpuruk.

Ibadah haji hanya tinggal ibadah spiritual semata nihil dampak pada semangat persatuan kaum Muslimin untuk saling membantu dan menopang.

Dapat dimaklumi akhirnya saat sesama Muslim berteriak dan meminta tolong di Gaza, Kashmir, Rohingya, Xinjiang dan berbagai wilayah lainnya tidak didengarkan. Karena persaudaraan itu sudah terkikis dan persatuan telah hilang.

Walhasil, umat Islam mesti kembali untuk merenungi makna haji yang sesungguhnya dan bekerja keras merajut kembali makna persatuan dan persaudaraan yang tercermin dalam ibadah haji. Dengan itu, kita berharap kualitas umat Islam bisa seperti dulu lagi.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Scroll to Top